METROINDONEWS.COM, JAKARTA — Perkara bergulir, kedapatan dua oknum polisi telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap 12 Kepala SMKN di wilayah Sumatra Utara.
Sementara kedua tersangka merupakan anggota yang bertugas di Polda Sumut, nanti akan berkembang kira-kira. Nah yang sudah kita tetapkan tersangka itu dari anggota kita. Pertama itu, Kompol Ramli. Beliau ini jabatannya adalah PS Kasubdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sumut,” kata Kepala Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kakortas Tipidkor) Polri Irjen Cahyono Wibowo di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan Rabu,(19/3).
Dia mengatakan, Kompol Ramli melakukan upaya perlawanan hukum dengan menggugat praperadilan atas penetapan tersangka itu di Pengadilan Negeri Medan.
“Kemudian, tersangka kedua ialah Brigadir Bayu yang merupakan penyidik pembantu pada Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sumut”. Nah kita juga nanti akan berkembang, tidak hanya sampai di situ, Karena dari fakta yang berkembang ini ada pihak lain yang punya peran cukup signifikan. “Sehingga ini bisa kita minta pertanggung jawaban,” ucapnya.
Menurut keterangan Cahyono, kronologi kasus pemerasan dan peran kedua tersangka oknum polisi tersebut berawal dari pegawai negeri yang secara bersama-sama memaksa Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) di Sumut. Untuk memberikan sesuatu dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain pada 2024.
Dari hasil penyelidikan dan penyidikan ini, Brigadir Bayu (BSP) dan tim meminta proyek pekerjaan DAK Fisik ke Disdik dan Kepsek SMKN penerima DAK Fisik.
Selanjutnya, Kadisdik dan perangkatnya mengumpulkan Kepala Sekolah dengan tujuan agar Brigadir Bayu dan kawan-kawan bisa berbicara dan meminta sendiri kepada Kepala Sekolah.
“Saudara BSP membuat Dumas (fiktif) terkait dugaan tindak pidana korupsi Dana BOSP (Bantuan Operasional Satuan Pendidikan) yang seolah-olah dari masyarakat (LSM APP),” terang Cahyono.
Kemudian, Brigadir Bayu memerintahkan seseorang berinisial NVL membuat administrasi Dumas termasuk surat undangan kepada Kepsek. Setelah Kepsek datang, ternyata mereka tidak diperiksa terkait Dana BOSP sesuai Dumas, melainkan diminta untuk mengalihkan pekerjaan DAK Fisik 2024 kepada rekan Brigadir Bayu, Kompol Ramli (RS).
“Dengan maksut, apabila para Kepsek tidak mau mengalihkan pekerjaan, maka mereka diminta untuk menyerahkan fee/persentase sebesar 20 persen dari anggaran. “Adapun fee yang sudah diserahkan oleh 12 Kepsek kepada saudara BSP dan tim kurang lebih sebesar Rp4,75 miliar,” jelasnya.
Cahyono menyebut dari jumlah uang yang diminta, Brigadir Bayu telah menerima secara langsung setidak-tidaknya dari empat Kepala SMKN sebesar Rp.437.176.000. Kemudian, Brigadir Bayu menyerahkan uang total yang diterima sebanyak Rp4.320.583.000 kepada Kompol Ramli (RS)
Total uang yang diserahkan kepada saudara BSP dan RS sebanyak Rp4.757.759.000 dari 12 orang Kepsek SMKN yang bersumber dari anggaran DAK Fisik 2024,” bebernya.
Cahyono menyebut ada dua kategori dalam penanganan praktik rasuah ini.
Pertama, soal konstruksi pengadaan proyek ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan persangkaan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Namun kalau yang dua orang ini (oknum polisi), ini kita pakai Pasal 12E, pemerasan,” tegas Cahyono.
Penyidik menyita uang Rp.400 juta dalam koper di mobil Kompol Ramli. Penyitaan di lakukan di sebuah bengkel saat upaya penangkapan tersangka.
Sehingga keduanya kini telah dipecat tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota Polri dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri, mengutif dari mata cakra.
(MR/RED)