METROINDONEWS.COM, JAKARTA – Berputar arah, Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Erick Thohir, secara resmi mengumumkan pemutusan hubungan kerja dengan Shin Tae Yong (STY) sebagai pelatih Timnas Indonesia. Keputusan tersebut disampaikan Erick dalam konferensi pers yang berlangsung di Jakarta, Senin (6/1).
Dia menjelaskan, keputusan ini diambil setelah melalui evaluasi mendalam terkait sejumlah aspek yang dinilai krusial bagi perkembangan Timnas Indonesia. “Timnas ini perlu menjadi perhatian khusus maka kami melihat perlunya seorang pemimpin yang mampu menerapkan strategi. Permainan dilapangan yang disepakati oleh para pemain,” ungkap Erick.
Selain strategi, Erick juga menyoroti pentingnya komunikasi yang lebih efektif serta implementasi program yang lebih menyeluruh. “Komunikasi yang baik dan implementasi program yang lebih terencana menjadi hal yang harus ditingkatkan ke depannya”.
Surat resmi pemutusan hubungan kerja antara PSSI dan Shin Tae Yong telah disampaikan pada Senin (6/1) pagi oleh Sumardji, perwakilan dari PSSI. “Pak Sumardji sudah bertemu dengan Coach Shin Tae Yong, dan beliau telah menerima surat tersebut”. Proses lebih lanjut terkait hubungan kerja yang berakhir akan dilakukan, dan saya mengucapkan terima kasih atas dedikasi yang telah diberikan,” jelas erik.
Erick juga mengungkapkan dinamika di Timnas Indonesia menjadi tantangan tersendiri dalam mengambil keputusan ini. “Dinamika Timnas cukup kompleks, dan kami tidak ingin mengambil keputusan yang tergesa-gesa, apalagi saat pertandingan melawan China sebelumnya, karena waktu yang terlalu mepet”.
Namun, hari ini adalah waktu yang tepat karena kami masih memiliki waktu dua setengah bulan untuk persiapan.
Erick menambahkan bahwa keberadaan pemain-pemain Indonesia di luar negeri juga menjadi faktor yang harus diperhatikan.
Untuk itu, PSSI telah merencanakan pertemuan antara pemain Liga Indonesia dengan pelatih baru pada 12 Januari mendatang guna membangun komunikasi yang lebih merata.
“Kalau kita lihat sekarang dengan banyak pemain yang di luar negeri tentu dinamika masing-masing individu menjadi perhatian”. Tentu akan kita lihat nanti di tanggal 12 malam rencana ada pertemuan pemain-pemain timnas kita yang di Liga Indonesia untuk bertemu pelatih baru. Tetapi perlu dinamika yang terjadi di komunikasi ini merata.
Tidak ada pemain yang terjebak, pemain ini baik, pemain ini kurang, menurut saya bukan judgement-nya yang baik. Tetapi kita harus melihat tim ini sebagai komposisi yang satu,” ungkapnya.
Erick menekankan pentingnya hubungan antar personal dalam membangun kekuatan Timnas Indonesia. “Hal yang paling berat dalam sepak bola adalah aspek yang tidak terlihat, seperti kekompakan tim, kerja sama antara pemain, pelatih, dan PSSI”. Dinamika ini menjadi tolok ukur yang tidak mudah diprediksi, namun harus diminimalkan,” sebutnya.
Kemudian dia turut menyinggung laporan media Eropa yang menyoroti isu taktik di Timnas Indonesia. “Tactical issue yang diberitakan beberapa media menjadi bahan evaluasi kami, namun bukan menjadi penilaian akhir,” tambahnya.
Keputusan pemutusan kerja sama ini diharapkan mampu membawa perubahan positif bagi Timnas Indonesia ke depan, terutama dalam menghadapi kompetisi yang akan datang. “Optimisme bahwa langkah ini diambil demi perkembangan sepak bola nasional yang lebih baik,” tandas Erick.
Menurut pemerhati kebijakan publik Ari Nurprianto, SH, MH., Selasa (7/1), ada dua faktor yang sangat mempengaruhi di pecatnya STY, berikut dugaan persoalannya:
Kental Nuansa Politik
Bagi kalangan pencinta bola, sangat menyayangkan pergantian terhadap pelatih STY, mengingat masih ditengah perjalanan. “Berbeda jika kalau hasil yang di capai oleh Timnas dalam babak kualifikasi piala dunia, sudah menunjukan hasil yang jelas”. Mencapai keberhasilan atau tidak, karena tidak mudah mengubah pola permainan, strategi permainan yang sedang berlangsung dilapangan, hal tersebut harus dipahami. “Jika disikapi dengan cermat, pergantian pelatih STY tersebut sangat kental dengan nuansa politik yang terjadi di negeri ini, mau diterima atau tidak demikianlah adanya”.
Pengalihan Isu
Peliknya berbagai persolan yang terjadi saat ini, sudah terlanjur menjadi konsumsi publik, terutama mengenai sederet kasus mega korupsi, penegakan hukum dan yang terakhir pemimpin korup dunia. Sehingga sangat sulit menegakan keadilan. Karena sudah terlanjur menimbulkan berbagai kecamanan dan reaksi dari publik yang semakin ramai di Medsos. Belum selesai satu maka sudah timbul yang satu lagi, begitu seterusnya. Semua perkara keadilan jadi bias di tengah hiruk pikuk situasi politik.
(TP/RED)